Pages

Selasa, 13 November 2012

Siapa Mujassimah dan Hukum Tajsim & Tasybih [Ahlussunnah Wal Jama'ah]


Siapa Mujassimah dan Hukum Tajsim & Tasybih [Ahlussunnah Wal Jama'ah]




                                                                     Kitab Hasyiah Dusuqi Syarah Matan Ummu Al-Barahin
                                                                           Kitab Hasyiah Bujairimi 'ala Khotib Syarbini
BERKATA AL'ALIM AL'ALLAMAH AL'ARIf BILLAH AL-HABIB AS-SAYYID ABDUL ROHMAN BIN HABIB MUHAMMAD BIN HABIB HUSSAIN BIN HABIB UMAR AL-MASYHUR ,MUFTI HADHROLMAUT YAMAN


puak mubatadi' nie ada dua bahagian: 

(1). satu bahagian di kafir akan mereka itu dgn sebab bid'ahnya seperti mereka yg ingkar akan ilmu ALLOH pada benda juziyyat2,orang yg iktiqad qidam alam ini,mujassimah(SOREH krn bila lafaz itloq mesti pakai qoedah insorofa ilal kamil),dan syiah ismailiyyah yg iktiqad mereka itu akan kerasulan Sayyiduna ALi r.a wa karomaLLOHuwajhah wa a.s dan mengkafirkan Ummu al-mukminin Sayyidatina 'Aisyah dan para sahabat rodhiyaLLOHU'anhum.maka semua mereka itu di beri hukum seperti orang kafir maka tiada harus(haram) berkahwin dan makan sembelihan mereka itu..(ijamak pada kafir)

(2). dan SATU bahagian yg lain pula TIDAK DI KAFIRKAN krn perbuatan sesat bid'ahnya.seperti kaum muktazilah,qodariah,syiah zaidiyyah,dan satu firqoh sesat daripda hanabilah
(di kenali dgn MUJASSIMAH HANABILAH sebagaimana di katakan oleh syaikhuna syaikh al-azhar terbaru ini syaikh d.r muhammad toyyib al-azhari tentang ibnu taimiyyah ketika di tanya oleh wartawan
:ibnu taimiyyah laisa salafiyyan bal mujassimah hanabilah))
:iktiqod mereka itu puok MUJASSIMAH HANABILAH AKAN TAJSIM ALLOH TA'ALA AKAN TETAPI TIDAK SEPERTI JISIM2 YG MAKLUM PADA KITA MAKHLUQ,maka makruh berkahwin dgn mereka itu krn hendak keluar khilaf ulamak yg mengharamkan terus daripda berkahwin dgn mereka ituu...

intaha kitab bughyatul mustarsyiddin fi talkhis ba'dh 'immah ulamak mutakhirin oleh AL-ALIM AL-ALLAMAH AL-'ARIF BILLAH AL-HABIB ABDUL ROHMAN BIN HABIB MUHAMMAD BIN HABIB HUSSAIN BIN HABIB UMAR AL-MASYHUR ,MUFTI HADHROLMAUT YAMAN....(muka surat 247)

Kitab Mughni Al-Muhtaj ila Ma'arifatil Ma'ani Al-Fazi Minhaj MENJAWAB
(Penjaga'an)..DI PERSELISIHKAN ULAMAK PADA PADA KUFUR KAUM MUJASSIMAH: telah berkata musonnif pada kitab muhimmat:bermula qaul yg masyhur itu ketiada'an kafir mereka itu mujassimah,dan telah di putuskan di dalam kitab syarah muazzab pada (bab sifat2 imam) bahawa dgn kufur mereka itu mujassimah..telah berkata oleh Imam Az-Zarkasyi juga menguatkan pendapat yg tak mengkafirkan mujassimah. degan berkata :BERMULA IBARAT DI DALAM SYARAH MUHAZZAB ITU IALAH (MANJASSAMA TAJSIMAN SOREHAN), SEOLAH2 MUSONNIF SYARAH MUAHZZAB MENJAGA DGN PERKATA'ANNYA ITU(SOREHAN) TENTANG DRPD MEREKA YG MENGISBATKAN JIHAT BAGI ALLOH TA'ALA,MAKA SESUNGGUHNYA TIDAK JADI KAFIR LAH MRK ITU ,SEBAGAIMANA HUKUM YG DI KATAKAN OLEH HUJJATUL ISLAM IMAM AL-GHOZALI ..Bagi beliau, sepakat para ulama’ bhwa mereka sesat, fasiq dn berdosa, tetapi ulama’ khilaf tntang mentakfirkan mrk. Beliau lalu menukilkan perkataan2 ulama’ yg tidak mengkafirkan mrk. Imam KHOTIB As-Syirbini jg menukilkan khilaf antra ulama’ tntang mentakfirkan mujassimah. Menurut beliau, jika mujassimah itu menetapkan sifat keanggotaan, maka dikafirkan. Jika tidak, maka khilaf ulama’ tentangnya. Menurut beliau, qaul yg zahir ialah, tidak mengkafirkan mujassimah secara mutlak, dgn menukilkn prkataan Imam Al-Azra’ie yg tidak mengkafirkan mujassimah Antara yg tidak mentakfirkan tajsim ialah Imam Sulton Al-Ulama’ Al-Izz bin Abdis Salam. Beliau brkata SESUNGGUHNYA TIDAK KAFIR ITUU LAH YG ASOH( TINGGI LAGI DARI SOHEH MU SEMALAM,hik3) dan tntng Imam Al-Asy’ari bhwasanya, Imam Al-Asy’ari merujuk balik takfir ahli qiblat (seseorang muslim) (rujuk Qawa’id Al-Izz 1/202) (Mughni Al-Muhtaj 4/174)


Mujassim maksudnya orang yang mengatakan Allah adalah benda (Jism) atau bersifat dengan sifat benda (Jism), bicara tentang Mujassimah pasti tidak terlepas dari Musyabbihah, Musyabbih adalah orang yang menyamakan Allah dengan dzat makhluk atau sifat makhluk, antara Mujassimah dan Musyabbihah tidak bisa dipisahkan karena keduanya bersatu dalam satu dalil dan satu hukum, cuma berbeda bentuk dan cara nya saja, karena kadang-kadang seorang Mujassimah menampakkan Tajsim nya secara nyata (shorih) tapi tetap saja ada Tasybih tidak nyata dalam Tajsim tersebut, dan terkadang seorang Mujassimah menyembunyikan Tajsim nya, tapi menampakkan Tasybihnya, dan dari segi bentuk dan cara nya Mujassimah dan Musyabbihah dapat terbagi kepada 4 macam yaitu :  


Mujassimah shorih (nyata), Musyabbihah ghairu shorih (tidak nyata).

Mujassimah ghairu shorih (tidak nyata), Musyabbihah shorih (nyata).

Mujassimah dan Musyabbihah shorih keduanya.

Mujassimah dan Musyabbihah ghairu shorih keduanya.

Mujassimah dan hukum nya tentu tidak ada nash yang shorih tentang nya dalam Al-Quran ataupun Hadits, tapi hukum nya dikembalikan ke hukum Musyabbihah, karena Mujassimah termasuk dalam bagian Musyabbihah, bahkan kesesatan Mujassimah adalah kesesatan Musyabbihah itu sendiri, yaitu Tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk), dan dalam Tajsim ada Tasybih yang tidak nyata, maka keduanya Mujassimah dan Musyabbihah sesat karena satu kesalahan yang sama yaitu menyerupakan Allah dengan makhluk (Tasybih), berdasarkan ayat berikut ini :

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ

“Tidak ada sesuatu yang serupa dengan Allah, dan Dia (Allah) itu Maha Mendengar dan Maha Melihat”

Ayat ini adalah dasar Tauhid yang kuat bagi siapa pun, agar tidak terpengah dengan syubhat-syubhat Tauhiddalam rangka mencari hakikat Tuhan, ayat ini menjadi dasar untuk menafsirkan ayat atau Hadits lain yang dhohirnya menunjuki kepada kesamaan dzat atau sifat Allah dengan dzat atau sifat makhluk, dengan melupakan ayat ini maka seseorang akan sangat mudah tergelincir dalam jurang Tasybih dan Tajsim, ayat ini meniadakan sekaligus larangan menyerupakan Allah dan sifat-Nya dengan makhluk, sama sekali tidak ada keserupaan antara Khaliq dan Makhluk, baik pada hakikatnya atau kaifiyatnya, baik secara shorih atau tidak shorih, ayat ini adalah nahs yang sangat jelas tentang larangan Tasybih, dan juga sebagai dalil larangan Tajsim, karena Tajsim terkandung Tasybih yang tidak shorih di dalam nya, maka Aqidah Tasybih dan Tajsim adalah Aqidah sesat dan kafir siapa yang beraqidah demikian.

Hukum Tajsim dan Tasybih Dalam Madzhab Hanafi

Mujassimah menurut pandangan ulama Madzhab Hanafi, terbagi dalam beberapa macam, hukum nya tergantung bagaimana Tajsim /Tasybih nya, karena ini masalah Aqidah tentu tidak ada yang tau, kecuali dia sendiri yang menampakkan perkataan nya, dari dhohir perkataan nya itulah di kaji bagaimana hukum orang yang berkata demikian, para Ulama Hanafi membagi dua macam sebagi berikut :

Orang yang berkata bahwa Allah itu benda seperti benda-benda lain, atau  ia berkata bahwa Allah itu benda tanpa menyamakan dengan benda lain, maka ia sudah terjatuh dalam Bid’ah yang mengkafirkan nya [Bid’ah Mukfirah], begitu juga hal nya orang yang menyatakan Allah punya tangan seperti tangan lain-Nya, punya mata seperti mata makluk, punya telinga seperti telinga makhluk, atau anggota /sifat makhluk lain nya, maka ini termasuk dalam pernyataan Bid’ah yang membuat orang tersebut menjadi kafir sebagaimana pendapat ini. [Maha suci Allah dari segala sifat makhluk].

Orang yang berkata bahwa Allah itu benda tapi bukan seperti benda lain, maka ia telah berada diantara dua pendapat, menurut pendapat yang kuat ia telah terjatuh dalam Bid’ah yang memfasiqkan nya [Bid’ah Mufsiqah], dan menurut satu pendapat lagi, ia termasuk dalam Bid’ah Mukfirah juga. Begitu juga orang yang menyatakan Allah tangan tapi tidak sama dengan tangan lain, punya mata tapi tidak sama dengan mata makhluk, punya telinga tapi tidak sama dengan telinga makhluk, atau anggota badan makhlukl, maka orang tersebut termasuk dalam pendapat ini yaitu antara dua pendapat fasiq atau kafir, lain hal nya bila menyatakan tangan Allah tapi maksud nya bukan anggota badan, tapi maksud nya kekuasaan atau lain sebagainya, maka ini hanya bahasa kiasan dan bukan dalam artian yang sebenarnya. [Maha suci Allah dari segala sifat makhluk].

Setiap muslim hendaknya berhati-hati dalam masalah Aqidah ini, apalagi akhir-akhir ini banyak pernyataan atau tulisan orang-orang yang terlalu kagum dengan kecerdasan nya hingga menyatakan apa yang bertolak belakang dengan Aqidah para Ulama, kecerdasan mereka tidak diimbangi oleh kehati-hatian dalam Aqidah, hingga tanpa sadar telah bertentangan dengan Aqidah Islam sesungguhnya, sebagaimana Aqidah Rasulullah dan para sahabat nya, dan dilanjutkan oleh para ulama Salaf dan Kholaf dan seterusnya, Ahlus Sunnah Waljama’ah sangat membedakan Allah dengan makhluk-Nya sebeda-beda nya, sedikitpun tidak ada persamaan Allah dengan makhluk-Nya, baik pada dzat-Nya atau sifat-Nya, baik sebelum menjadikan makhluk-Nya atau sesudah menjadikan makhluk-Nya, baik sebelum menciptakan ‘Arasy-Nya atau sesudah menciptakan ‘Arasy-Nya, adapun kesamaan nama-nama sifat seperti mendengar, melihat dan sebagainya, itu hanyalah kesamaan nama saja, sementara hakikat atau maksud dari sifat tersebut sunggung sangat jauh berbeda dengan hakikat sifat makhluk, kesamaan nama ini memang telah ada dalam Al-Quran, Allah sendiri memberitakan tentang-Nya dalam Al-Quran dengan bahasa manusia, menggunakan bahasa manusia untuk mengenali sifat-Nya tentu saja terjadi kesamaan nama.

Pendapat Ulama Madzhab Hanafi Tentang Mujassimah Musyabbihah

Berkata Imam Abu Hanifah :

"من قال بحدوث صفة من صفات الله أو شكّ أو توقف كفر"

“Siapa yang berkata baharu sifat dari sifat-sifat Allah atau ragu-ragu atau terhenti (antara baharu atau tidak) niscaya ia telah kafir”. [kitab Al-Washiyyah]

Berkata Fakhruddin Utsman Ibnu Ali Adz-Dzaila’i Al-Hanafi [743 H] :

وَلَا يُصَلِّي خَلْفَ مُنْكِرِ الْمَسْحِ عَلَى الْخُفَّيْنِ وَالْمُشَبِّهِ إذَا قَالَ لَهُ تَعَالَى يَدٌ وَرِجْلٌ كَمَا لِلْعِبَادِ فَهُوَ كَافِرٌ مَلْعُونٌ وَإِنْ قَالَ جِسْمٌ لَا كَالْأَجْسَامِ فَهُوَ مُبْتَدِعٌ؛ لِأَنَّهُ لَيْسَ فِيهِ إلَّا إطْلَاقَ لَفْظِ الْجِسْمِ عَلَيْهِ وَهُوَ مُوهِمٌ لِلنَّقْصِ فَرَفَعَهُ بِقَوْلِهِ لَا كَالْأَجْسَامِ فَلَمْ يَبْقَ إلَّا مُجَرَّدَ الْإِطْلَاقِ وَذَلِكَ مَعْصِيَةٌ تَنْتَهِضُ سَبَبًا لِلْعِقَابِ لِمَا قُلْنَا مِنْ الْإِيهَامِ بِخِلَافِ مَا لَوْ قَالَهُ عَلَى التَّشْبِيهِ فَإِنَّهُ كَافِرٌ وَقِيلَ يَكْفُرُ بِمُجَرَّدِ الْإِطْلَاقِ أَيْضًا وَهُوَ حَسَنٌ بَلْ أَوْلَى بِالتَّكْفِيرِ

“Dan tidak boleh Sholat di belakang orang ingkar boleh menyapu dua sepatu, dan di belakang Musyabbihah, apabila ia menyatakan bagi Allah ada tangan atau kaki sebagaimana yang ada pada hamba, maka ia kafir lagi terlaknat, dan jika ia berkata bahwa Allah itu benda bukan seperti benda-benda lain, maka ia adalah ahlu Bid’ah [Mubtadi’] karena tidak ada dalam pernyataan nya tersebut kecuali hanya sebatas pemakaian kata “BENDA”  untuk dzat Allah subhanahu wata’ala, dan penyebutan benda kepada dzat Allah seperti itu dapat menunjuki kepada kurang atau keserupaan pada dzat Allah dan telah di hilangkan dengan pernyataan sesudahnya “Laa Ka al-Ajsam” [tidak sama dengan benda lain], maka pemakaian kata “BENDA” bukan maksudnya benda seperti biasa, tapi maksudnya adalah dzat Allah, dan pernyataan seperti demikian kepada dzat Allah adalah maksiat yang menggiringnya kepada sebab diazab nya karena alasan yang telah kami sebutkan yakni dapat menunjuki kepada kurang pada dzat Allah, sebaliknya bila ia menyatakan dengan menyerupakan Allah, maka ia menjadi kafir, dan menurut satu pendapat ia juga menjadi kafir hanya dengan pernyataan yang mutlak, pendapat tersebut bagus, bahkan orang ini lebih aula menjadi kafir (dengan pernyataan mutlak nya)”. [Tabyin Al-Haqaiq Syarah Kanzu Ad-Daqaiq- Jilid 1 halaman 135]

Selanjutnya pada halaman yang sama :

وَاعْلَمْ أَنَّ الْحُكْمَ بِكُفْرِ مَنْ ذَكَرْنَا مِنْ أَهْلِ الْأَهْوَاءِ مَعَ مَا ثَبَتَ عَنْ أَبِي حَنِيفَةَ وَالشَّافِعِيِّ عَنْ عَدَمِ تَكْفِيرِ أَهْلِ الْقِبْلَةِ مِنْ الْمُبْتَدَعَةِ كُلِّهِمْ مَحْمَلُهُ أَنَّ ذَلِكَ الْمُعْتَقَدَ نَفْسُهُ كُفْرٌ فَالْقَائِلُ بِهِ قَائِلٌ بِمَا هُوَ كُفْرٌ وَإِنْ لَمْ يَكْفُرْ بِنَاءً عَلَى كَوْنِ قَوْلِهِ ذَلِكَ عَنْ اسْتِفْرَاغِ وُسْعِهِ وَمُجْتَهِدًا فِي طَلَبِ الْحَقِّ لَكِنْ جَزْمُهُمْ بِبُطْلَانِ الصَّلَاةِ خَلْفَهُ لَا يَصِحُّ هَذَا الْجَمْعُ

“Ketahuilah, bahwa hukum kufur mujassimah yang telah kami sebutkan dari ahlu hawa, padahal telah sebut dari Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’I bahwa tidak mengkafirkan ahlu qiblat dari semua ahlu Bid’ah, sasarannya (mahalnya) adalah bahwa diri sesuatu yang dii’tiqad (Mu’taqad) itu kufur, maka orang yang berkata demikian berarti ia berkata dengan perkataan kufur, sekalipun ia tidak menjadi kafir karena ketidakmampuan nya dan sedang mencari kebenaran (ia belum tau itu tidak boleh), tetapi jazam para ulama dengan batal sholat di belakangnya, tidak boleh ini gabungan (artinya batal sholat di belakangnya sekalipun ia tidak menjadi kafir dengan aqidah nya karena keadaan nya yang awam). [Tabyin Al-Haqaiq Syarah Kanzu Ad-Daqaiq- Jilid 1 halaman 135]

Berkata Ibnu Najim Zainuddin Ibnu Ibrahim  :

وإنما يجوز الاقتداء به مع الكراهة إذا لم يكن ما يعتقده يؤدي إلى الكفر عند أهل السنة أما لو كان مؤديا إلى الكفر فلا يجوز أصلا كالغلاة من الروافض…………………………………..

 وكالجهمية والقدرية والمشبهة القائلين بأنه تعالى جسم كالأجسام ومن ينكر الشفاعة أو الرؤية أو عذاب القبر أو الكرام الكاتبين أما من يفضل عليا فحسب فهو مبتدع من المبتدعة الذين يجوز الاقتداء بهم مع الكراهة وكذا من يقول أنه تعالى جسم لا كالأجسام ومن قال أنه تعالى لا يرى لجلاله وعظمته

“Dan sesungguhnya boleh beserta makruf ikut imam dengan nya, apabila tidak adalah sesuatu yang dii’tiqad nya membawa kepada kufur menurut Ahlus Sunnah, adapun bila dapat membawanya kepada kufur maka tidak boleh ikut sholat di belakang nya sama sekali, contoh yang kafir seperti Syi’ah Rafidhoh yang ghuluw (dan seterusnya………), dan seperti Jahmiyyah, dan Qadariyyah, dan Musyabbihah yang berkata sesungguhnya Allah ta’ala itu benda (Jism) seperti benda lain, dan seperti orang yang ingkar Syafa’ah atau Ru’yah atau Azab kubur, atau Kiram al-Katibin, adapun orang yang melebihkan Sayyidina Ali, maka ia boleh [jadi Imam], ia termasuk Mubtadi’ yang boleh diikuti tetapi makruf, begitu juga orang yang berkata sesungguhnya Allah itu benda (Jism) tapi tidak sama dengan benda lain, dan begitu juga orang yang berkata bahwa Allah tidak bisa di lihat karena keagungan-Nya dan kebesaran-Nya (bukan karena kekurangan-Nya)”. [kitab Al-Bahru Ar-Raik- Jilid 5 halaman 151]

Berkata Al-Khadimi :

والكفر كاعتقاد الجسمية كسائر الأجسام

“dan yang kufur (dari aqidah bid’ah) itu seperti I’tiqad men-Jism-kan Allah seperti Jism lain” [kitab Bariqah Mahmudiyah- Jilid 1 halaman 95]

Lebih lanjut Al-Khadimi menuliskan :

( وفيها ) ( رجل وصف الله تعالى بالفوق أو بالتحت ) ( فهذا تشبيه ) أي بالأجسام فتجسيم ( وكفر ) لعله إن كان مراده من الفوق هو العلو , والرفعة , والقهر , والغلبة فلا يكفر بل ينبغي إجراء التفصيل السابق من إرادة حكاية ما في الأخبار

“Dan dalam nya (kitab Fatawa At-Tatarkhaniyah) disebutkan, seorang yang mensifati Allah ta’ala dengan “di bawah” atau “di atas” maka ini adalah Tasybih (menyerupakan) yakni dengan semua benda, maka di sebut Tajsim, dan ia telah kafir, tapi mudah-mudahan jika ia maksud dari kata “di atas” adalah tinggi martabat (bukan tinggi tempat) dan menguasai, maka ia tidak kafir, tapi sepantasnya di sini berlaku rincian yang telah disebutkan yaitu karena hendak menghikayah lafadh yang ada dalam khabar”[kitab Bariqah Mahmudiyah- Jilid 1 halaman 228]

Berkata Ibnu Abidin :

( قوله كقوله جسم كالأجسام ) وكذا لو لم يقل كالأجسام , وأما لو قال لا كالأجسام فلا يكفر لأنه ليس فيه إلا إطلاق لفظ الجسم الموهم للنقص فرفعه بقوله لا كالأجسام , فلم يبق إلا مجرد الإطلاق وذلك معصية )

“(Qauluhu : seperti perkataannya “Allah itu Jism seperti Jism lain”) dan seperti demikian kalau ia tidak berkata “seperti benda lain” , dan adapun kalau ia berkata “tidak sama dengan benda lain” maka ia tidak kafir, karena tidak ada pada perkataan nya kecuali hanya pemakaian kata “Jism” yang menunjuki kepada kekurangan, maka ia hilangkan kekurangan tersebut dengan kata “tidak sama dengan Jism lain” maka yang tersisa hanya pemakaian kata saja (tanpa makna sesungguhnya), dan yang demikian itu maksiat (tidak kufur tapi berdosa)”.[kitab Hasyiyah Ibnu Abidin- Jilid 1 halaman 562]

Berkata : Al-Mulla ‘Ali Al-Qari :

من اعتقد أن الله لا يعلم الأشياء قبل وقوعها فهو كافر وإن عُدّ قائله من أهل البدعة، وكذا من قال: بأنه سبحانه جسم وله مكان ويمرّ عليه زمان ونحو ذلك كافر، حيث لم تثبت له حقيقة الإيمان

“Siapa yang meyakini bahwa Allah tidak mengetahui semua sesuatu yang belum terjadi, maka ia kafir, sekalipun yang berpendapat (berfatwa) ini di anggap sebagai ahlu Bid’ah, dan seperti demikian juga orang yang berkata bahwa Allah (subhanahu wa ta’ala) itu Benda (Jism) dan bagi-Nya ada tempat, dan berlaku masa bagi-Nya, dan seumpama demikian, maka ia menjadi kafir, sekiranya tidak sebut baginya hakikat Iman”.[kitab Syarah Al-Fiqh Al-Akbar – halaman 271]

Berkata Ibnu Amir Al-Hajj Al-Hanafi :

ولا تقبل شهادة المجسمة لأنهم كفرة

“Dan tidak bisa di terima kesaksian Mujassimah (orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk) karena sesungguhnya mereka kafir”. [kitab At-Taqrir wa At-Tahbir- Jilid 3 halaman 319]

Itulah nash-nash ulama Madzhab Hanafi tentang siapakah Mujassimah dan Musyabbihah serta hukum nya, hendaknya pendapat-pendapat ulama tersebut dapat membantu kita kembali ke Al-Quran dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman Rasul dan para sahabat serta para Salafus sholeh, bukan malah sebaliknya, kembali ke Al-Quran dan As-Sunnah dengan meninggalkan dan bahkan mengabaikan pendapat para ulama dan lebih memilih pemahaman sendiri dengan segenap kebodohan yang ada, niat yang baik ingin kembali ke Al-Quran dan As-Sunnah justru semakin tersesat lebih jauh lagi, insyaallah dengan dengan bimbingan para ulama ahlus sunnah wal jama’ah, kita bisa mengerti mana yang dilarang dalam Al-Quran tentang Musyabbihah, kita lebih tau rincian Mujassimah dan batas-batas nya, hingga kita terhindar dari Aqidah Tajsim dan Tasybih dan tetap berada dalam Manhaj Aqidah yang selamat, tanpa para ulama kita akan bingung mana yang selamat mana yang sesat, tanpa para ulama kita Cuma bisa mengandalkan akal dan nafsu untuk bisa keluar dari kebingungan, akhirnya terjebak dalam kehinaan Tajsim dan Tasybih, na’uzubillah, Semoga kita senantiasa dalam Aqidah Tanzih, insyaallah.

Khilaf Mentakfir Firqoh Binatang Wahabi MujassimahPendapat yg tidak menghukum Mujassimah kafir mutlaq.Merujuk para ulama’ Al-Ahnaf dan Malikiyyah membezakan hukum antara mujassimah yang berkata “Allah itu jisim sama seperti jisim yang lain” dengan mujassimah yang... berkata: “Allah itu jisim tidak seperti jisim-jisim makhluk”.Mereka menegaskan bahawasanya mujassimah yg berkata Allah itu jisim seperti jisim2 yg lain adalah kafir, sedangkan mereka yg berkata: Allah itu jisim tidak seperti jisim yang lain sebagai ahli bid’ah sahaja.Antara ulama’ Ahnaf yang berpegang dengan pendapat tersebut adalah Imam Ibn Najim (Al-Bahr Ar-Ra’iq 5/151), Imam Al-Khadimi (Bariqah Mahmudiyah 1/95), Imam Ibn Abidin (hasyiyah Ibn Abidin 1/562), Imam Al-Mulla Ali Al-Qari (Syarh Al-Fiqh Al-Akbar 271) dan sebagainya.Antara ulama’ Malikiyyah yang berpegang dengan pendapat trsebut adalah Imam Al-Qadhi Ibn Al-Arabi (Ahkam Al-Qur’an 2/475), Imam Al-Adawi (hasyiyah Al-Adawi ala Khalil 8/62, kifayah At-Tholib 1/102), Imam As-Showi (hasyiyah As-Showi ‘ala Syarh As-Soghir 4/432) dan sebagainya.Adapun dalam mazhab As-Syafi’e, ada tiga pendapat: Pertama: Golongan yg mengkafirkan tajsim secara mutlak, Kedua: golongan yg tidak mngkafirkan tajsim secara mutlak, dan ketiga, golongn yg mmbezakan antra tajsim yg jelas dgn tajsim yg tidak jelas, lalu mengkafirkan tajsim yg jelas dan sekadr bid’ahkan tajsim yg tidak jelas.Antara yg tidak mentakfirkan tajsim ialah Imam Sulton Al-Ulama’ Al-Izz bin Abdis Salam. Beliau brkata tntng Imam Al-Asy’ari bhwasanya, Imam Al-Asy’ari merujuk balik takfir ahli qiblat (seseorang muslim) (rujuk Qawa’id Al-Izz 1/202)Sheikhul Islam, Imam Zakaria Al-Anshori pula berkata bahawa qaul yg mashyur dlm mazhab As-Syafi’e ialah tidak mengkafirkan mujassimah. (Asna Al-Matholib 4/117). Imam Al-Ramli dalam hasyiyah Al-Ramli ‘ala Asna Al-Matholib juga menyatakan bahawasanya, yg rajih dlm mazhab As-Syafi’e ialah tidak mengkafirkan mujassimah. Imam Al-Ramli mnsyarah prkataan An-Nawawi dlm Al-Majmu’ yg mengkafirkan mujassimah yg jelas menjisimkan Allah, dgn berkata: Ini menunjukkan yg menetapkn tempat bg Allah s.w.t. tidak dikafirkan (krn tidak jelas menjisimkan Allah s.w.t.). Beliau menukilkn bahwa ia juga adalah pendapat Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali dlm buku At-Tafarruqah. Beliau jg menukilkan prktaan Imam Ibn Abdis Salam yg tak kafirkan mujassimah. Bliau jg menukilkn prkataan Imam Ibn Al-Qusyairi dari kitab Al-Mursyid yg menguatkan pendapat bhwa golongan mujassimah, qadariyyah dsbgnya adalah ahli bid’ah yg sesat tp tak dikafirkan (Hasyiyah Al-Ramli 1/220). Dlm fatwa Imam Al-Ramli, ktika ditanya tntang sseorang yg menetapkan sudut bg Allah s.w.t., maka dia berkata, org itu tetap muslim tetapi pembid’ah (sesat) (4/20) Imam Az-Zarkasyi juga menguatkan pendapat yg tak mengkafirkan mujassimah. Bagi beliau, sepakat para ulama’ bhwa mereka sesat, fasiq dn berdosa, tetapi ulama’ khilaf tntang mentakfirkan mrk. Beliau lalu menukilkan perkataan2 ulama’ yg tidak mengkafirkan mrk. Imam As-Syirbini jg menukilkan khilaf antra ulama’ tntang mentakfirkan mujassimah. Menurut beliau, jika mujassimah itu menetapkan sifat keanggotaan, maka dikafirkan. Jika tidak, maka khilaf ulama’ tentangnya. Menurut beliau, qaul yg zahir ialah, tidak mengkafirkan mujassimah secara mutlak, dgn menukilkn prkataan Imam Al-Azra’ie yg tidak mengkafirkan mujassimah (Mughni Al-Muhtaj 4/133)Namun, Imam Al-Hisni dalam kifayah Al-Akhyar menguatkan pendapat yang mentakfirkan golongan mujassimah, kerana menurut beliau, golongan tersebut telah bercanggah dgn dalil Al-Qur’an yang shorih (647)Imam As-Suyuti juga menukilkan kta Imam As-Syafi’e dlm Al-Asybah wa An-Nazhoir bhwa Al-Imam mengkafirkan mujassimah. Ibn Hajar Al-Haithami juga meriwayatkn dr Imam Al-Qarafi dr Imam-Imam mazhab yg empat (Al-Manhaj Al-Qawim 224)Dlm hasyiyah ...Al-Jamal juga, telah menukilkan bhwa mujassimah dikafirkan, tetapi setelah itu ditambah dgn komentar: “sedangkan Al-Mu’tamad, tidak mengkafirkan mujassimah, kecuali yg menjisimkan Tuhan dengan kejisiman yg shorih. (1/531)Dalam hasyiyah Al-‘Abadi pun menyebut bhwa yg dikafirkan ialah yg berkata: Allah itu jisim seperti jisim-jisim yang lain (sprti pendapat sbhagian ahnaf dn malikiyah td). (1/450)Imam Al-Bujrimi (atau Al-Bujairimi) berkata dlam hasyiyah Al-Bujrimi ‘ala Al-Khatib bahwasanya golongan bid’ah sprti mujassimah (2/138)Imam Al-Bujrimi (atau Al-Bujairimi) menta’wilkan prkataan Imam As-Syafi’e yg diriwayatkan sbg berkata bahwa mujassimah adalah kafir dgn ta’wilan: ia bermaksud, kufur nikmat (ibid) Diriwayatkn juga bhwa Imam Al-Izz juga menta’wilkan sedemikian. Jelaslah bahwa kebanyakkan ulama’ tidak mengkafirkan mujassimah melainkan mereka berkata bahwa jisim Allah seprti jisim makhluk. Mereka menyesatkan dan menghukum fasiq lagi bid’ah bagi mujassimah yg tidak shorih sprti menetapkan tmpat dll, demikian yg dijelaskan oleh Al-Izz dan lain-lain.Kalaulah seseorang itu mengkafirkan mujassimah, maka banyak hukum-hukum terjadi dlm masyarakat Islam, hatta telah mendakwa bhwa sejak wahhabi menguasai Mekkah dn Madinah, jika para imam di Masjidil Haram dn Masjidin Nabawi yg berfahaman hasyawiyah dn tajsim adalah kafir, maka bererti berjuta-juta umat Islam tidak sah mengerjakan solat di belakang mereka. Maka, adakah org yg mengkafirkan mujassimah secara mutlak, berani mendkwa bahawa telah byk solat-solat kaum muslimin di belakang mujassimah akhir zaman ini sebagai tidak sah?Sebab itu, kita melihat, para ulama’ muktabar zaman ini khususnya, tidak mengkafirkan mujassimah, tetapi menuduh sesat fahaman tajsim dan membid’ahkan mereka, tanpa mengkafirkan mereka. Kebanyakkan Para ulama’ haba’ib dari Hadramaut, kebanyakkan para ulama’ agung dari bumi Syam, kebanyakkan para ulama’ Al-Azhar dan sebagainya tidak mengkafirkan mereka.Masih byk lagi nas-nas dari pelbagai ulama' yg mengatakan bahawasanya "para ulama' berselisih pendapat mengenai hukum mujassimah". Imam Al-Iji (rujuk buku Al-Mawaqif), Imam Al-Amidi (Abkar Al-Afkar) dn Imam Al-Razi (rujuk buku Asas At-Taqdis).Antara nas lain adalah sprti prkataan Imam Al-Zarkasyi dalam Al-Bahr Al-Muhith,nasnya yang bermaksud:(Sesungguhnya orang yang salah dalam masalah usul, dan golongan mujassimah: maka tidak syak bahawa dia (yg salah dlm usul sprti mujassimah) berdosa, dihukum fasiq dan dihukum sesat. Dan berbeza pendpat pada mengkafirkan mereka.)Sebahagian ulama' As-Syafi'iyyah pula ada membezakan antara tajsim shorih dengan tajsim ghair shorih. Mereka kafirkan mujassimah yg tajsim shorih tetapi sekadar membid'ahkan (tak mngkafirkan) mujassimah yg tajsim ghair shorih).Dalam bab kafir mengkafirkan ni pun, ulama' ada bahas. Imam Abu Ishaq As-Syirazi berkata:"Sesungguhnya seorang muslim tidak boleh mengkafirkan seorang muslim yang lain dengan sekadar brtaqlid, tanpa mengetahui nas-nas (dalil) yng menunjukkan hal kekufurannya..." (Al-Isyarah ila Mazhab Ahl Al-Haq, perenggan kedua akhir).Masih rmai org awm yg tidak fhm tntng dalil2 kesesatan tajsim, krn ianya prlu kpd an-nazhor (penelitian, demikian menurut Imam Al-Izz, Imam At-Taftazani dll), mka mrk tidak boleh mengkafirkn mujassimah dgn brtaqlid kpd sbhgian ulama' yg mengkafirkn mujassimah dgn dalil. Takfir berbeza dgn beramal krn takfir itu menjatuhkan hukum ke ats seseorang. Hal ini smalah sprti Wahhabi yg menghukum bid'ah orng2 yg bercanggah dgn mrka, skdr bertaqlid kpd pra guru mereka smata2.Bahkan, dlm menjatuhkan hukum itu sndiri, ada hadith yg berbunyi:"Seseorang imam yg tersalah dlm memaafkan itu lebih baik drp tersalah dlm menjatuhkan hukum..." (HR At-Tirmizi)Imam Al-Ghazali r.a. pula berkata dlm Al-Iqtisod fi Al-I'tiqod, 157:"Kesalahan dlm meninggalkan takfir seribu org kafir itu lebih ringan lagi drp tersalah dalam mengalirkan drh seorang muslim (mngkafirkn sorng muslim lalu menghalalkan drhnya utk dibunuh)."Kalam ini turut dikatakan oleh Imam Mula Al-Qari dlm Syarh Al-Fiqh Al-Akbar: 162)Imam As-Syihab Al-Khoffaji brkata dlam syarah kpd buku As-Syifa'(4/472):"Imam Al-Asy'ari berpegang kepada tidak mengkafirkan golongan ahli-hawa dan golongan yg bermazhab dgn mazhab yang tertolak. Inilah pndapat majoriti ulama' Hanafiyah dan As-Syafi'iyyah".Bahkan, Imam Al-Himam Al-Hanafi menjelaskan berkenaan kufur:"Adapun hukum kufur golongan ahli bid'ah dan hawa yg kami sebutkan td, walaupun tlh thabit perkataan Imam Abu Hanifah dan Imam As-Syafi'e bahawa tidak boleh mengkafirkan ahli kiblat (termasuklah) dari kalangan semua ahli bid'ah: maka kemungkinan bahawasnya fhman bid'ah tersbut itu sendiri ialah suatu kekufuran. Maka, org yg berkata dgn perkataan trsebut telah berkata dgn perkataan kufur walaupun dia tidak dikafirkan". (dinukil oleh Imam Mula Al-Qari dlm Syarh Al-Fiqh Al-Akbar, 154)


Buku Al-Fadhil An-Nasir Sunnah Ustaz Zamihan Al-Ghori Al-Kelantani juga menyebutkan tentang Mujassimah Soreh dan Ghoir Soreh serta Hukum atas kedua puak sesat itu .





























Memadailah kita menilik mutiara Nasihat yang telah di tulis oleh Al-Marhum Al-Alim Fil Usul Shaikh Abdul Qodir Sekam Al-Fathoni (Tok Dir Sekam) di dalam kitab-kitab beliau ini yang di karang khas untuk menolak fahaman Puak Wahabi Mujassimah Wal Musyabihah Wal Mubtadi'ah :









Di atas ialah gambar Tok Dir menanyakan dengan nada Istifham bi Makna Ingkari : Adakah ALLOH Ta'ala kaifiyat duduknya bersila,meninggung atau menyenggeng?????? Berkata Al-Marhum Tok Dir Sekam :

Adalah setengah daripada Kuli2 bagi Musyabihah dan Mujassimah itu menyuroh (Syaroh) ia akan Istiwa Maklum itu dengan pakai Zohirnya iaitu tertinggi yang biasa iaitu pihak atas yang orang maklum belaka itu dan menyuroh (Syaroh) akan wal kaif majuhul itu dengan kaifiyat hakikatnya bagi tertinggi itu iaitu duduk tetapi di jahilkan di sisi kita (Puak Mujassimah Hanabilah) daripada Bersila kah, atau betinggungkah atau menyenggeng , demikianlah (Yakni demikianlah Syarah sesat bengong puak mujassimah) intaha Kalam Tok Dir Sekam r.a

Aku sambung : Sekarang ni bukan setakat duduk doh Tok dir, Kaif tu dia xjahil doh, bohkan dia berani syaroh doh loni dengan Bersila Lendik atau Menyenggeng...

Na'uzubiLLAHiminzalik








I'tirad kami ke atas akidah wahabi mujassimah sekali gus menjawab iktirodh orang keatas kami manhaj Al-Azhar Asyarif, Manhaj Pondok dan Manhaj Habaib jaddina sayyiduna nabi s.a.w..ulamak manhaj kami hanya menghukum fasiq lagi mubtadi' sahaja bagi wahabi mujassimah ghoiru soreh.. dan tidak menghukum kafir mrk itu melainkan nyata lafaznya soreh.. j
ika soreh lafaz seorg mentajsimkan ALLOH maka ijmak ulamak kami menhukumkan kafir..maka dgn suka cita nya sahabt2 sekelian meneliti ibarat kitab hasyaih dusuqi syarah matan ummul barahin karangn imam sabusi al-hasani... sekelian kita adalah saudara maka damaikan antara kita yg berkelahi..sepakatlah dlm melawan wahabi tapi kami mempunyai guru2 muktabar dan kitab2 usuluddin yg muktabar sebagai rujukan kami serta dgn ibarat kitab yg kami terima dari guru ke guru kami... insyaALLOH al-faqir tidak mahu lagi ada pertembungan di antra kita ahlisunnah wal jama'ah..ilmu untuk di amalkan bukan untuk di peragakan.. jadi lah kita seperti padi yg semakin tunduk bila semakin berisi.. nasihat al-faqir lagi untuk diri al-faqirdaan sahabt2 perbanyakkan ilmu tasawwuf krn ilmu tasawwuf lah yg dpt mendidik jiwa kita dn akhlaq kita..selamat menonton dn sebarkan kpd sahabt2 kita..ALLOH maujud bila makan...

Moga Allah memberkati guru2 kami yang mulia ini yang tidak lelah dalam mencari cinta di balik kalam-kalam mulia milik Sayyid al-Mursalin Sayyidina Muhammad bin Abdillah.

Teringat al-faqir pada bait syair salah satu manuskrip hadith yang berbunyi:

أَهْلُ الْحَدِيْثِ هُمُ أَهْلُ النَّبِيِّ وَإِنْ
لَمْ يَصْحَبُوْا نَفْسَهُ أَنْفَاسَهُ صَحبُوا

yang terjemahanya:

"Ulama Hadith itu adalah ahli keluarga Nabi. Sekalipun mereka tidak bersahabat dengan batang tubuh Nabi, namun mereka bersahabat dengan nafas-nafas Nabi".


Khilaf Mentakfir Mujassimah

Pendapat yg tidak menghukum Mujassimah kafir mutlaq.

Merujuk para ulama’ Al-Ahnaf dan Malikiyyah membezakan hukum antara mujassimah yang berkata “Allah itu jisim sama seperti jisim yang lain” dengan mujassimah yang... berkata: “Allah itu jisim tidak seperti jisim-jisim makhluk”.Mereka menegaskan bahawasanya mujassimah yg berkata Allah itu jisim seperti jisim2 yg lain adalah kafir, sedangkan mereka yg berkata: Allah itu jisim tidak seperti jisim yang lain sebagai ahli bid’ah sahaja.
Antara ulama’ Ahnaf yang berpegang dengan pendapat tersebut adalah Imam Ibn Najim (Al-Bahr Ar-Ra’iq 5/151), Imam Al-Khadimi (Bariqah Mahmudiyah 1/95), Imam Ibn Abidin (hasyiyah Ibn Abidin 1/562), Imam Al-Mulla Ali Al-Qari (Syarh Al-Fiqh Al-Akbar 271) dan sebagainya.Antara ulama’ Malikiyyah yang berpegang dengan pendapat trsebut adalah Imam Al-Qadhi Ibn Al-Arabi (Ahkam Al-Qur’an 2/475), Imam Al-Adawi (hasyiyah Al-Adawi ala Khalil 8/62, kifayah At-Tholib 1/102), Imam As-Showi (hasyiyah As-Showi ‘ala Syarh As-Soghir 4/432) dan sebagainya.Adapun dalam mazhab As-Syafi’e, ada tiga pendapat: Pertama: Golongan yg mengkafirkan tajsim secara mutlak, Kedua: golongan yg tidak mngkafirkan tajsim secara mutlak, dan ketiga, golongn yg mmbezakan antra tajsim yg jelas dgn tajsim yg tidak jelas, lalu mengkafirkan tajsim yg jelas dan sekadr bid’ahkan tajsim yg tidak jelas.Antara yg tidak mentakfirkan tajsim ialah Imam Sulton Al-Ulama’ Al-Izz bin Abdis Salam. Beliau brkata tntng Imam Al-Asy’ari bhwasanya, Imam Al-Asy’ari merujuk balik takfir ahli qiblat (seseorang muslim) (rujuk Qawa’id Al-Izz 1/202)Sheikhul Islam, Imam Zakaria Al-Anshori pula berkata bahawa qaul yg mashyur dlm mazhab As-Syafi’e ialah tidak mengkafirkan mujassimah. (Asna Al-Matholib 4/117). Imam Al-Ramli dalam hasyiyah Al-Ramli ‘ala Asna Al-Matholib juga menyatakan bahawasanya, yg rajih dlm mazhab As-Syafi’e ialah tidak mengkafirkan mujassimah. Imam Al-Ramli mnsyarah prkataan An-Nawawi dlm Al-Majmu’ yg mengkafirkan mujassimah yg jelas menjisimkan Allah, dgn berkata: Ini menunjukkan yg menetapkn tempat bg Allah s.w.t. tidak dikafirkan (krn tidak jelas menjisimkan Allah s.w.t.). Beliau menukilkn bahwa ia juga adalah pendapat Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali dlm buku At-Tafarruqah. Beliau jg menukilkan prktaan Imam Ibn Abdis Salam yg tak kafirkan mujassimah. Bliau jg menukilkn prkataan Imam Ibn Al-Qusyairi dari kitab Al-Mursyid yg menguatkan pendapat bhwa golongan mujassimah, qadariyyah dsbgnya adalah ahli bid’ah yg sesat tp tak dikafirkan (Hasyiyah Al-Ramli 1/220). Dlm fatwa Imam Al-Ramli, ktika ditanya tntang sseorang yg menetapkan sudut bg Allah s.w.t., maka dia berkata, org itu tetap muslim tetapi pembid’ah (sesat) (4/20) Imam Az-Zarkasyi juga menguatkan pendapat yg tak mengkafirkan mujassimah. Bagi beliau, sepakat para ulama’ bhwa mereka sesat, fasiq dn berdosa, tetapi ulama’ khilaf tntang mentakfirkan mrk. Beliau lalu menukilkan perkataan2 ulama’ yg tidak mengkafirkan mrk. Imam As-Syirbini jg menukilkan khilaf antra ulama’ tntang mentakfirkan mujassimah. Menurut beliau, jika mujassimah itu menetapkan sifat keanggotaan, maka dikafirkan. Jika tidak, maka khilaf ulama’ tentangnya. Menurut beliau, qaul yg zahir ialah, tidak mengkafirkan mujassimah secara mutlak, dgn menukilkn prkataan Imam Al-Azra’ie yg tidak mengkafirkan mujassimah (Mughni Al-Muhtaj 4/133)Namun, Imam Al-Hisni dalam kifayah Al-Akhyar menguatkan pendapat yang mentakfirkan golongan mujassimah, kerana menurut beliau, golongan tersebut telah bercanggah dgn dalil Al-Qur’an yang shorih (647)

Imam As-Suyuti juga menukilkan kta Imam As-Syafi’e dlm Al-Asybah wa An-Nazhoir bhwa Al-Imam mengkafirkan mujassimah. Ibn Hajar Al-Haithami juga meriwayatkn dr Imam Al-Qarafi dr Imam-Imam mazhab yg empat (Al-Manhaj Al-Qawim 224)Dlm hasyiyah ...Al-Jamal juga, telah menukilkan bhwa mujassimah dikafirkan, tetapi setelah itu ditambah dgn komentar: “sedangkan Al-Mu’tamad, tidak mengkafirkan mujassimah, kecuali yg menjisimkan Tuhan dengan kejisiman yg shorih. (1/531)Dalam hasyiyah Al-‘Abadi pun menyebut bhwa yg dikafirkan ialah yg berkata: Allah itu jisim seperti jisim-jisim yang lain (sprti pendapat sbhagian ahnaf dn malikiyah td). (1/450)Imam Al-Bujrimi (atau Al-Bujairimi) berkata dlam hasyiyah Al-Bujrimi ‘ala Al-Khatib bahwasanya golongan bid’ah sprti mujassimah dan rafidhah tidak dikafirkan (2/138)Imam Al-Bujrimi (atau Al-Bujairimi) menta’wilkan prkataan Imam As-Syafi’e yg diriwayatkan sbg berkata bahwa mujassimah adalah kafir dgn ta’wilan: ia bermaksud, kufur nikmat (ibid) Diriwayatkn juga bhwa Imam Al-Izz juga menta’wilkan sedemikian. Jelaslah bahwa kebanyakkan ulama’ tidak mengkafirkan mujassimah melainkan mereka berkata bahwa jisim Allah seprti jisim makhluk. Mereka menyesatkan dan menghukum fasiq lagi bid’ah bagi mujassimah yg tidak shorih sprti menetapkan tmpat dll, demikian yg dijelaskan oleh Al-Izz dan lain-lain.Kalaulah seseorang itu mengkafirkan mujassimah, maka banyak hukum-hukum terjadi dlm masyarakat Islam, hatta telah mendakwa bhwa sejak wahhabi menguasai Mekkah dn Madinah, jika para imam di Masjidil Haram dn Masjidin Nabawi yg berfahaman hasyawiyah dn tajsim adalah kafir, maka bererti berjuta-juta umat Islam tidak sah mengerjakan solat di belakang mereka. Maka, adakah org yg mengkafirkan mujassimah secara mutlak, berani mendkwa bahawa telah byk solat-solat kaum muslimin di belakang mujassimah akhir zaman ini sebagai tidak sah?Sebab itu, kita melihat, para ulama’ muktabar zaman ini khususnya, tidak mengkafirkan mujassimah, tetapi menuduh sesat fahaman tajsim dan membid’ahkan mereka, tanpa mengkafirkan mereka. Kebanyakkan Para ulama’ haba’ib dari Hadramaut, kebanyakkan para ulama’ agung dari bumi Syam, kebanyakkan para ulama’ Al-Azhar dan sebagainya tidak mengkafirkan mereka.

Masih byk lagi nas-nas dari pelbagai ulama' yg mengatakan bahawasanya "para ulama' berselisih pendapat mengenai hukum mujassimah". Imam Al-Iji (rujuk buku Al-Mawaqif), Imam Al-Amidi (Abkar Al-Afkar) dn Imam Al-Razi (rujuk buku Asas At-Taqdis).Antara nas lain adalah sprti prkataan Imam Al-Zarkasyi dalam Al-Bahr Al-Muhith,nasnya yang bermaksud:(Sesungguhnya orang yang salah dalam masalah usul, dan golongan mujassimah: maka tidak syak bahawa dia (yg salah dlm usul sprti mujassimah) berdosa, dihukum fasiq dan dihukum sesat. Dan berbeza pendpat pada mengkafirkan mereka.)Sebahagian ulama' As-Syafi'iyyah pula ada membezakan antara tajsim shorih dengan tajsim ghair shorih. Mereka kafirkan mujassimah yg tajsim shorih tetapi sekadar membid'ahkan (tak mngkafirkan) mujassimah yg tajsim ghair shorih).

Dalam bab kafir mengkafirkan ni pun, ulama' ada bahas. Imam Abu Ishaq As-Syirazi berkata:"Sesungguhnya seorang muslim tidak boleh mengkafirkan seorang muslim yang lain dengan sekadar brtaqlid, tanpa mengetahui nas-nas (dalil) yng menunjukkan hal kekufurannya..." (Al-Isyarah ila Mazhab Ahl Al-Haq, perenggan kedua akhir).Masih rmai org awm yg tidak fhm tntng dalil2 kesesatan tajsim, krn ianya prlu kpd an-nazhor (penelitian, demikian menurut Imam Al-Izz, Imam At-Taftazani dll), mka mrk tidak boleh mengkafirkn mujassimah dgn brtaqlid kpd sbhgian ulama' yg mengkafirkn mujassimah dgn dalil. Takfir berbeza dgn beramal krn takfir itu menjatuhkan hukum ke ats seseorang. Hal ini smalah sprti Wahhabi yg menghukum bid'ah orng2 yg bercanggah dgn mrka, skdr bertaqlid kpd pra guru mereka smata2.Bahkan, dlm menjatuhkan hukum itu sndiri, ada hadith yg berbunyi:"Seseorang imam yg tersalah dlm memaafkan itu lebih baik drp tersalah dlm menjatuhkan hukum..." (HR At-Tirmizi)Imam Al-Ghazali r.a. pula berkata dlm Al-Iqtisod fi Al-I'tiqod, 157:"Kesalahan dlm meninggalkan takfir seribu org kafir itu lebih ringan lagi drp tersalah dalam mengalirkan drh seorang muslim (mngkafirkn sorng muslim lalu menghalalkan drhnya utk dibunuh)."Kalam ini turut dikatakan oleh Imam Mula Al-Qari dlm Syarh Al-Fiqh Al-Akbar: 162)Imam As-Syihab Al-Khoffaji brkata dlam syarah kpd buku As-Syifa'(4/472):"Imam Al-Asy'ari berpegang kepada tidak mengkafirkan golongan ahli-hawa dan golongan yg bermazhab dgn mazhab yang tertolak. Inilah pndapat majoriti ulama' Hanafiyah dan As-Syafi'iyyah".Bahkan, Imam Al-Himam Al-Hanafi menjelaskan berkenaan kufur:"Adapun hukum kufur golongan ahli bid'ah dan hawa yg kami sebutkan td, walaupun tlh thabit perkataan Imam Abu Hanifah dan Imam As-Syafi'e bahawa tidak boleh mengkafirkan ahli kiblat (termasuklah) dari kalangan semua ahli bid'ah: maka kemungkinan bahawasnya fhman bid'ah tersbut itu sendiri ialah suatu kekufuran. Maka, org yg berkata dgn perkataan trsebut telah berkata dgn perkataan kufur walaupun dia tidak dikafirkan". (dinukil oleh Imam Mula Al-Qari dlm Syarh Al-Fiqh Al-Akbar, 154)

Pendapat2 yg menghukum kafir..

1. Mujassimah adalah kafir kerana Imam Asy-Syafie rodhiyallahu ‘anhu menyatakan : “ Al-Mujassim Kafir ” kata-kata Imam Syafie itu bermaksud : “ Mujassim (Yang mengatakan Allah itu jisim seperti Wahhabi) adalah ...kafir ”. Kenyataan Imam Asy-Syafie yang mengkafirkan Mujassimah tersebut diriwayatkan oleh Imam Asy-Suyuti dalam kitabnya Al-Asbah Wa An-Nazoir mukasurat 488 cetakan Darul Kutub Ilmiah. Imam Asy-Syafie rahimahullah turut mengkafirkan orang yang berakidah ' Allah Duduk'. Ibn Al-Mu’allim Al-Qurasyi (wafat 725) dalam kitab Najmul Muhtadi wa Rajmul Mu'tady menukilkan dari Al-Qodi al-Husain bahawa Imam Asy-Syafie menyatakan :“ Sesiapa beranggapan Allah duduk di atas arasy maka dia KAFIR ”.

2. Mari kita lihat pandangan ulama’ Hanafi. Syeikh Kamal Bin Al-Humam Al-Hanafiy menyatakan dalam kitab mazhab Hanafi berjudul Fathul Qadir juzuk 1 mukasurat 403 pada Bab Al-Imamah : “ Sesiapa yang mengatakan Allah itu jisim ataupun Allah itu jisim tapi tak serupa dengan jisim-jisim maka dia telah KAFIR ( ini kerana jisim bukanlah sifat Allah )”.

3. Mari kita lihat kenyataan Imam Ahmad Bin Hanbal dan para ulama mazhab Hanbali yang mempersetujui kenyataan Imam Ahmad mengatakan : “ Man Qola Allahu Jismun Faqod Kafar Wakaza Man Qola Allahu Jismun La Kal Ajsam ” kenyataan Imam Ahmad bermaksud : “ Sesiapa yang mengatakan Allah berjisim maka dia telah kafir, begitu juga kafirlah yang mengatakan Allah itu berjisim tapi tak serupa dengan jisim-jisim ”.Lihat Sohibul Khisol diantara ulama mazhab Hanbali yang masyhur. Manakala seorang ulama mazhab Hanbali terkenal bernama Muhammad Bin Badruddin Bin Balban Ad-Dimasyqiy Al-Hanbaliy dalam kitabnya berjudul Muktasor Al-Ifadat mukasurat 490 menyatakan : “ Allah tidak menyerupai sesuatu dan sesuatupun tidak menyerupai Allah, sesiapa menyamakan Allah dengan sesuatu maka dia KAFIR seperti mereka yang menyatakan Allah itu berjisim, begitu jugak kafir yang menyatakan Allah itu berjisim tapi tak seperti jisim-jisim ”.

4. Begitu juga Imam al-Maliky dan Imam Abu Hanifah jelas mengkafirkan golongan Mujassimah. Mari kita lihat apa yang telah dinukilkan oleh Ibnu Hajar Al-Haitamiy dalam kitabnya berjudul Al-Minhaj Al-Qowim Syarh Muqaddimah Al-Hadhromiyah : “ Ketahuilah bahawa Al-Qorrofi dan selainnya telah menukilkan dari Imam Asy-Syafie, Imam Maliky, Imam Ahmad dan Imam Abu Hanifah rodhiyallahu ‘anhum bahawa mereka semua mengkafirkan mujassimah ”.

5. Imam Abu Hasan Al-Asya’ry menyatakan dalam kitabnya berjudul An-Nawadir : “ Al-Mujassim Jahil Birobbihi Fahuwa Kafirun Birobbihi” . Kenyataan Imam Abu Hasan Al-Asy’ary tersebut bermaksud : “ Mujassim ( yang mengatakan Allah itu berjisim) adalah jahil mengenai Tuhannya, maka dia dikira kafir dengan Tuhannya”.

HUKUM ORANG YANG BERI’TIKOD ALLAH MEMPUNYAI TEMPAT :

Syeikh Daud bin Abd Allah Al-Fathani rahimahullah

Syeikh Daud bin Abd Allah Al-Fathani (wafat 1265H/1297H) dalam kitab Al-Jawahir Al- Saniyah m/s 6 mengatakan: “ Dan barangsiapa mehinggakan... zat Allah Ta’ala pada tempat maka tidak syak ia kufurnya seperti katanya Allah Ta’ala itu terhingga di atas langit atau pada bumi.”

Syeikh Nur Al-Din Al-Rahiri rahimahullah

Syeikh Nir Al-Din Al-Rahiri berkata kitab Sabil Al Muhtadin jilid 1 m/s 203 : “ Tiada sah mengikut bid’ah yang jadi kafir seperti mengiktikadkan bahawa Allah Ta’ala itu tiada mengetahui akan juz’iyat dan ma’dum dan yang munkir(mengingkari) akan ba’ath dan hasyr dan demikian lagi kaum mujasimmah dan yang mengiktikad bahawa Allah Ta’ala berjihah”.

Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari rahimahullah

Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari (wafat 1227H) dalam kitab Sabil Al Muhtadin jilid 2 m/s 37 berkata: “Adapun yang jadi kafir dengan bid’ahnya seperti yang beriktikad bahawa Allah Ta’ala tiada mengetahui akan segala juz’iyat dan yang ma’dum dan yang munkir(mengingkari) akan bangkit dari dalam kuburdan berhimpun di Mashyar dan demikian lagi kaum mujassimah dan yang berikitikad bahawa Allah Ta’ala berjihah maka tiada sah mengikut mungkin dia seperti sekalian kafir yang lain.”.

Perlu al-faqir ingatkan di sini, bagi muslim dan muslimah-muslimah yang budiman janganlah terpedaya dengan golongan wahhabi ini, kerana dibimbangi akidah setengah daripada mereka itu menjisimkan Allah dan mentashbihkanNya dengan makhluk-makhluk. Rentetan daripada itu, keluar mereka dari agama Islam sebagaimana keluarnya anak panah daripada busurnya. Begitu juga dengan perkahwinan dengan golongan ini adalah sesuatu yang amat membimbangkan dan menyayatkan hati.


Kesimpulan :

Telah jelas larangan dalam Al-Quran tentang keyakinan Tajsim atau Tasybih, baik shorih atau tidak shorih.

Sepakat para Ulama Salaf dan Khalaf, bahwa aqidah yang didalamnya terdapat Tajsim atau Tasybih adalah aqidah yang tidak benar, Cuma khilaf pendapat pada kafir atau tidak kafir orang yang beraqidah dengan aqidah tersebut.

Sepakat Ulama Madzhab Hanafi bahwa tidak sah sholat dibelakang imam yang berkeyakinan Tajsim dan Tasybih.

Hukum Tajsim dan Tasybih tidak hanya terkait dengan Tauhid saja, tetapi juga terkait dengan Fiqh, karena berhubungan dengan sah jadi imam atau tidak, diterima kesaksian nya atau tidak dan masalah fiqh lain nya.

Sepakat Ulama Madzhab  tentang fasik orang ini, dan khilaf hanya tentang hukum kafirnya saja.


Maha suci Allah dari segala sifat makhluk.


yang menyatakan kebenaran
Ustaz Syed Faiz Al-Idrus As-Sayyid Faez Al 'Aydrus السيد احمد فائزالعيدروس
الله موجود بلا مكان ولا تحيز في أي جهة
Aqidah di dahulukan,
Syari'ah menjadi amalan
Membangun mengikut Islam

0 ulasan:

Catat Ulasan